Rabu, 16 November 2011

Pemuda yang Bertransaksi dengan Allah

Wahai orang yang memeluk dunia... dari panasnya api neraka. Dunia ini tidak kekal, siang dan malam penuh dengan kepalsuan dan kesia-siaan. Hendaklah kamu meninggalkan dunia yang membelenggumu. Sehingga kamu bisa segera memeluk surga firdaus. Jika kamu mencari surga yang abadi untuk kamu jadikan tempat tinggal, maka hendaknya kamu jangan merasa aman dari panasnya api neraka.

Dikisahkan oleh Syaikh Abdul Wahid bin Zabad Rahimahullah, Suatu hari ketika kami berada di sebuah majelis, kami memutuskan agar mempersiapkan diri untuk berperang. Saat itu aku memerintahkan kepada teman-temanku untuk membaca ayat-ayat Al Quran. Kemudian dalam majelis itu ada seorang laki-laki yang membaca ayat yang berbunyi.

'Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan mem­berikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh.' (QS. At Taubah: 111)

Setelah itu, ada seorang bocah remaja yang usianya sekitar 15 tahun berdiri dan menemuiku. Dia te­lah ditinggal mati ayahnya dan meninggalkan warisan untuknya dalam jumlah yang sangat banyak. Lalu dia berkata, 'Wahai Syeikh Abdul Wahid, sesungguhnya aku bersaksi di hadapanmu, aku berani menjual jiwa dan hartaku dengan surga.'

Dia berani mengeluarkan semua hartanya. Semua disedekahkannya kecuali kuda, pedang, dan bekalnya. Ketika keluar menuju medan perang, dia berada di garda paling depan. Jual beli kami untung karena kami telah bertransaksi dengan Allah, kemudian kami memulai perjalanan.

Dia berjalan bersama kami. Dan saya lihat, jika siang hari dia berpuasa dan malam harinya ia gunakan untuk bermunajat kepada Allah. Dia melayani kami dan memberi makan hewan-hewan kendaraan kami. Dia menjaga kami saat kami tidur, sampai akhirnya kami sampai di kawasan musuh. Pada saat itu, tiba-tiba dia bangun dan berteriak-teriak, “Betapa aku ingin berjumpa dengan air mata keridhaan (al-'aina' al-mardhiyyah).'

Mendengar teriakan itu kami menghampirinya. Aku pun bertanya padanya,

'Wahai sayang, apa itu al-'aina' al-mardhiyyah?' Kemudian bocah remaja itu menjawab, "Saat kami sedang berebahan, tiba-tiba aku melihat seakan-akan ada orang yang datang dan menyuruhku agar aku pergi menemui al-'aina' almar-dhiyyah. Kemudian dia membimbingku ke sebuah danau. Tiba-tiba, aku benar-benar berada di sebuah danau yang tepinya dihiasi dengan aneka permata dan perhiasan. Keindahannya tidak bisa aku gam-barkan. Di sana terdapat banyak bidadari yang can-tik-cantik. Dan ketika melihatku, mereka tersenyum sambil berkata, 'Ini adalah suami al-'aina' al-mardhiyyah' mereka menjawab 'kami semua adalah para pelayan dan pembantunya. Silakan Tuan terus berjalan ke depan sana.'

Kemudian aku berjalan ke depan. Tanpa terasa, aku sampai di suatu danau di mana airnya berupa susu dan rasanya tidak pernah berubah. Danau tersebut berada di sebuah taman yang penuh de­ngan keindahan. Subhanallah, ada banyak bidadari yang kecantikannya membuat aku terpesona. Saat aku melihat mereka, mereka tersenyum kepadaku dan berkata, 'Sungguh, ini adalah calon suami al al-'aina' al-mardhiyyah.'

Kemudian aku berkata, 'Assalamualaikunna, adakah di antara kalian termasuk Al-'aina' al-mardhiyyah?' Mereka menjawab, 'Waalaika As-salam, wahai kekasih Allah. Kami bukan al-'aina' al-mardhiyyah. Kami adalah pelayan dan pembantunya. Berjalanlah Tuan ke depan.'

Kemudian aku berkata, 'Assalamualaikunna, adakah di antara kalian termasuk al-'aina' almardhi-yyah?' Kemudian aku melangkahkan kakiku lagi hingga sampailah aku di suatu danau di mana airnya adalah khamer, bukan seperti di dunia yang memabukkan, tapi ia memiliki rasa yang sangat lezat. Subhanallah.

Di tepi danau itu juga ada sederet bidadari yang menyambutku dan menyapa dengan tersenyum. Aku ucapkan salam kepadanya dan menanya-kan apakah di antara mereka ada al-'aina' al-mar-dhiyyah. Mereka menjawab dengan jawaban yang sama seperti di danau sebelumnya. 'Berjalanlah Tuan terus ke depan.'

Kemudian aku terus melanjutkan perjalanan dan sampailah aku di suatu tempat yang amat indah, dimana aku dapati sebuah danau yang airnya berupa madu murni. Bidadari-bidadari yang ada di tempat itu memiliki wajah yang sangat cantik dan bercahaya. Wajahnya tidak akan bisa saya lupakan. Aku pun menyapanya dengan salam dan bertanya tentang al-'aina' al-mardhiyyah seperti sebelumnya.

Mereka menjawab, 'Wahai kekasih Allah, kami bukanlah al-'aina al-mardhiyyah. Kami hanyalah pelayan dan pembantunya. Berjalanlah wahai tu-anku ke depan.' Akhirnya, untuk kesekian kalinya aku berjalan menuju suatu tempat yang mereka tunjukkan. Sampai akhirnya, aku tiba di suatu tempat di mana ada sebuah rumah mungil yang bangunannya terbuat dari mutiara putih nan indah. Di depan pintunya ada seorang bidadari yang amat cantik memakai perhiasan, kecantikan dan keindahannya tidak bisa aku bayangkan.

Dia tersenyum menatapku, lalu memanggil penghuni rumah mungil tersebut, 'Wahai al-'aina al-mardhiyyah, ini suamimu sudah datang,' ujarnya, 'masuklah wahai Tuan, Engkau telah dinanti oleh al-'aina al-mardhiyyah.' Setelah masuk ke dalam rumah mungil yang indah itu, aku melihat seorang bidadari yang amat sangat cantik dan begitu anggun sedang duduk di atas ranjang yang berhiaskan dan berukiran emas. Dia mengenakan mahkota yang berhiaskan intan dan yaqut. Aku sangat terpesona saat menatapnya.

Dia berkata, 'Selamat datang, wahai kekasih Al­lah, Dzat Yang Maha Pengasih. Sungguh sebentar lagi kamu akan mendatangi kami.' Lalu aku menghampiri dia dan bermaksud memeluknya. Tapi kemudian dia berkata, 'Tunggu seben­tar. Kamu tidak akan bisa memelukku, karena kamu masih memiliki ruh kehidupan. 'Saat itu aku tersentak kaget. Aku tidak sabar ingin bertemu dengannya sampai aku engkau bangunkan wahai Abdul Wahid."

Syeikh Abdul Wahid melanjutkan ceritanya, 'Percakapan kami belum sempat tuntas, tiba-tiba datang segerombolan prajurit musuh yang menyerang kami. Anak muda tersebut segera menyambut kedatangan mereka dengan gagah berani. la begitu lincah menyabetkan pedangnya ke sana ke mari sampai akhirnya sembilan orang musuh terbunuh di tangannya. Kami berhasil mengalahkan dan mengusir mereka. Tiba-tiba kami mendengar teriakan lirih tapi sangat jelas di telinga kami 'Al-'aina' al-mardhi-yyah.'

Aku mendekati dan menuju arah suara itu. Ternyata, saya dapati anak muda tersebut bersimbah darah.

Dia tersenyum lebar sambil berkata. 'Wahai Abdul Wahid, al-'aina' al-mardhiyyah telah benar-benar menjemputku. Subhanallah.'

Akhirnya dia pun meninggal dunia sebagai syuhada Allah. Dia benar-benar telah bertransaksi dengan Allah. Semoga Allah meridhainya."

Semoga kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah ini serta menjadi orang yang benar-benar bertransaksi denga Allah, dengan perniagaan yang tidak pernah rugi dan benar-benar meraih keuntungan dengan surga-Nya. Amiin

Adakah diantara pembaca yang berminat meraih al-'aina' al-mardhiyyah? Mari kita berfastabikul khoirot untuk meraihnya. (Sumber : Al Quwwah Ar Ruhiyah, Karya : N. Faqih Syarif H, Penerbit : Al Birr Press)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar